Rencana Importasi beras yang akan dilakukan Pemerintah
disesalkan oleh kalangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), mengingat
kebijakan tersebut semakin menegaskan bahwa Pemerintah minim terobosan
kreatif dalam memecahkan ketersediaan beras nasional dan juga
membuktikan kelambanan badan urusan logistik (bulog) dalam menyerap
gabah petani.
“Insentif HPP (Harga Pokok Pembelian) terbaru yang dikeluarkan pemerintah
pada awal tahun ternyata tidak memilki pengaruh terhadap serapan Bulog
di musim panen ini. Hingga saat ini serapan Bulog jauh dari target yang
ditetapkan, sehingga menyebabkan pemerintah berinisiatif untuk membuka
kran impor beras” ungka Anggota DPR RI Komisi IV dari (FPKS) Rofi Munawar dalam keterangan persnya pada
hari Kamis, (14/5).
Bulog
di tahun ini mendapatkan target penyerapan gabah petani sebesar 2,7 juta
ton, berdasarkan pengamatan dilapangan kemungkinan lembaga tersebut
hanya mampu mencapai 470.000 ton atau 20 persen. Situasi ini akan
menyebabkan anjloknya daya beli petani / NTP, ditambah lemahnya
pemantauan pembeliaan gabah petani sesuai HPP oleh Bulog. Bahkan, dalam
beberapa kasus, Bulog malah beli beras petani dari tengkulak.
Legislator asal Jawa Timur ini menambahkan, kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan petani dinilai belum berhasil, pasalnya saat ini daya beli petani malah anjlok saat panen raya. Berarti kebijakan pemerintah yang kemarin menaikkan HPP belum berpengaruh dan tidak memberikan kesejahteraan buat petani. Situasi ini menjadi salah satu indiklator bahwa mekanisme Bulog dalam menyerap gabah petani tidak maksimal.
“Impor saat ini dianggap menjadi jalan pintas (short cut) paling mudah bagi Pemerintah dalam mengantisipasi lonjakan permintaan beras nasional menjelang puasa dan lebaran. Padahal beragam insentif, subsidi dan regulasi telah dirumuskan sedari awal untuk mencegah mekanisme impor terjadi, namun usaha pemerintah tersebut nampaknya tidak terlalu efektif dalam mendorong produksi beras nasional dan mengatur tata niaga yang ada. Karena perencanaan yang tidak sinergis antar lembaga dan kementerian, pun demikian dengan rencana kerja pangan secara umum,”sesal Rofi.
Importasi akan sulit dihindari selama pemerintah tidak memiliki terobosan dalam meningkatkan produksi beras nasional, seperti perbaikan infrastruktur pertanian dalam waktu dekat, disiplin dalam pelaksanaan waktu tanam, pencegahan alih fungsi lahan dan inovasi teknologi pertanian tepat guna. Disisi lain, di sektor hilir lemahnya dorongan diversifikasi pangan juga sangat lemah dari pemerintah dan tata niaga yang tidak berpihak kepada petani. (*)
Legislator asal Jawa Timur ini menambahkan, kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan petani dinilai belum berhasil, pasalnya saat ini daya beli petani malah anjlok saat panen raya. Berarti kebijakan pemerintah yang kemarin menaikkan HPP belum berpengaruh dan tidak memberikan kesejahteraan buat petani. Situasi ini menjadi salah satu indiklator bahwa mekanisme Bulog dalam menyerap gabah petani tidak maksimal.
“Impor saat ini dianggap menjadi jalan pintas (short cut) paling mudah bagi Pemerintah dalam mengantisipasi lonjakan permintaan beras nasional menjelang puasa dan lebaran. Padahal beragam insentif, subsidi dan regulasi telah dirumuskan sedari awal untuk mencegah mekanisme impor terjadi, namun usaha pemerintah tersebut nampaknya tidak terlalu efektif dalam mendorong produksi beras nasional dan mengatur tata niaga yang ada. Karena perencanaan yang tidak sinergis antar lembaga dan kementerian, pun demikian dengan rencana kerja pangan secara umum,”sesal Rofi.
Importasi akan sulit dihindari selama pemerintah tidak memiliki terobosan dalam meningkatkan produksi beras nasional, seperti perbaikan infrastruktur pertanian dalam waktu dekat, disiplin dalam pelaksanaan waktu tanam, pencegahan alih fungsi lahan dan inovasi teknologi pertanian tepat guna. Disisi lain, di sektor hilir lemahnya dorongan diversifikasi pangan juga sangat lemah dari pemerintah dan tata niaga yang tidak berpihak kepada petani. (*)
Komentar
Posting Komentar